Monday 7 October 2013

budaya yogyakarta dan sunda

Selengkapnya di http://www.maseteguh.com/2015/11/memasang-kode-unit-iklan-adsense.html#ixzz4MoUVmb9a

Perbedaan Karakter Antara Budaya Yogyakarta dengan Sunda
A.       LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara majemuk yang mempunyai keanekaragaman suku dengan karakteristiknya masing-masing. Karakteristik ini merupakan sifat yang khas atau khusus yang akan membedakan antara budaya yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini terbentuk dari anggapan-anggapan masyarakat di luar kebudayaan tersebut. Anggapan tersebut Pada kenyataanya seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi antara kebudayaan yang berbeda, seperti masalah kebiasan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau cara-cara yang menjadi kebiasaan bahasa atau tradisi dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain.
Dalam menjalani proses komunikasi antar budaya pasti akan mengalami suatu keterkejutan budaya yang berbeda dengan budaya kita. Keanekaragaman budaya berpengaruh pula beranekaragamnya praktek-praktek komunikasi, karenanya maka budaya merupakan landasan berkomunikasi. Komunikasi antar budaya lebih cenderung dikenal sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsi obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian, di mana masalah-masalah kecil  dalam komunikasi sering diperumit oleh adanya perbedaan-perbedaan persepsi dalam memandang masalah itu sendiri. Dalam hal ini komunikasi antar budaya diharapkan berperan memperbanyak dan memperdalam persamaan dalam persepsi dan pengalaman seseorang. Namun demikian karakter budaya cenderung memperkenalkan kita kepada pengalaman-pengalaman yang berbeda sehingga membawa kita kepada persepsi yang berbeda-beda.
Maka pemahaman dan penguasaan bahasa isyarat seperti: gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah, maupun isyarat halus dari nada suara, kemungkinan akan ditafsirkan secara salah dan memungkinkan lain tersinggung perasaanya, tanpa kita tahu mengapa hal itu terjadi.


Komunikasi lintas budaya dapat membantu kita memperluas pengalaman dalam hal berkomunikasi. Sebagai contoh dari orang Yogyakarta mempunyai relasi dari Sunda yang mana juga memiliki keunikan dalam hal budaya. Selama terjadi interaksi antarbudaya ini kita bisa memahami pandangan budaya mereka, pandangan budaya kita serta nilai-nilai budaya lainnya.
Kebudayaan yang dimiliki oleh setiap daerah pasti mengusung keunikan yang mampu menyatukan setiap individu dalam daerah tersebut. Kebudayaan dapat dipelajari secara ilmiah dan terstruktur. Sistem nilai budaya yang berbeda dapat dipelajari secara sistematis, dapat dibandingkan serta dapat dipahami.






















B.       PEMBAHASAN

1.        Persepsi orang Yogyakarta terhadap orang Sunda
Menurut informan kami orang Yogyakarta yang bernama Riza Nurahman (20 tahun) terhadap orang Sunda mengatakan bahwa orang Sunda cenderung berwatak humoris dan suka bercanda mereka gampang beradaptasi dengan sekelilingnya . Riza mengatakan bahwa keyakinan budaya Sunda tidak jauh dari unsur tradisi yang sudah mengental di Sunda tersebut, seperti ritual Sedekah Bumi. Dia juga sangat tertarik dengan budaya Sunda karena hampir sama dengan Yogyakarta. Selain itu Riza juga memiliki pandangan terhadap masakan daerah Sunda yang enak. Riza juga mengaku belum pernah mengalami perselisihan terhadap orang Sunda karena ia dapat menyesuaikan diri dengan orang Sunda.
Menurut Riza juga ada pengaruh iklim orang Sunda yang dingin juga mempengaruhi bahwa orang Sunda biasanya kalau berbicara sangat halus dan baik. Mengenai kehidupan orang Sunda dari segi lingkungan social, Riza juga menilai bahwa orang Sunda sangat menjunjung tinggi asas kebersamaan dan gotong royong, orang Sunda dari segi agamis sangat kuat dalam hal agama, dan orang Sunda dari segi ekonomi selalu bekerja keras untuk mencapai sesuatu untuk mencukupi kebutuhan ekonominya.
Riza juga membenarkan bahwa orang Sunda yang tinggal di daerah luar Sunda logat orang Sunda tersebut tidak dapat hilang karena rasa kearifan lokalnya yang sangat kuat walaupun sudah tinggal bertahun-tahun di daerah luar Sunda tidak ada batasan dari generasi muda maupun generasi tua.
Sedangkan menurut informan kami orang Yogyakarta generasi tua yang bernama Pak Ranu (48 tahun) memiliki pandangan yang tak jauh berbeda terhadap orang Sunda bahwa orang Sunda itu adalah orang-orang yang humoris dan kalau berbicara lucu dan suka bercanda.
Kebiasaan orang Sunda juga bagus karena orang Sunda yang suka bercanda akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari yang ceria. Selain itu pada saat berbicara dengan orang Sunda terasa hangat dan menyenangkan, hangat karena bisa diajak berdiskusi dengan baik, menyenangkan karena saat berkomunikasi diselingi kata-kata humor walaupun orang Sunda saat berbicara terkesan banyak omong kalau misalnya kita udah kenal dekat. Cara Bapak Ranu untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan cara mencoba memahami sifat dan karakter orang Sunda walau dari luar nampak humoris namun biasanya pendendam. Pak Ranu sendiri belum pernah mengalami perselisihan terhadap karakter orang Sunda.
Pak Ranu juga mengatakan bahwa bahasa budaya Sunda atau orang Sunda yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda dalam rutinitas sehari-hari. Selain bahasa ada juga kesenian Sunda seperti : kegiatan sakral dan ritual. Kepercayaan lokal, seperti Sedekah Bumi, Wayang golek, Ibing trawangsa, dan kesenian permaianan anak seperti, kurina urang lembur, sorodot gaplok, tatarucingan, ucing sumput, ngadu muncang dll. Pak Ranu mengatakan bahwa kebudayaan Yogakarta dengan Sunda hampir sama mereka juga mempunyai adat yang hampir sama seperti sedekah, yaitu sedekah bumi atau sajen. Pandangan Pak Ranu terhadap ciri khas bahasa Sunda  itu lebih halus dari Yogyakarta, cirri khas bahasa Sunda yaitu intonasinya yang sangat halus. Pak Ranu juga mengatakan bahwa pengaruh iklim Sunda mempengaruhi cara mereka berbicara karena daerah Sunda yang dingin menyebabkan mereka berbicara dengan intonasi yang rendah.
Pak Ranu menilai masakan Sunda lebih menarik dan lebih enak daripada masakan Yogyakarta dengan bermacam variasi rasa makanan, misal Makanan khas Bandung ini terbuat dari tepung aci dan ikan, diberi bumbu kemudian dikukus, dan disajikan atau dimakan dengan telur rebus, kol, tahu, kentang dan dicampur dengan saus kacang, yang sudah dibumbui, hampir sama dengan bumbu saos kacang batagor. Siomay ini terdapat di beberapa rumah makan, warung yang ada di kota Bandung. Pak Ranu juga mengatakan ciri khas masakan Sunda adalah pedas, agak asin dan ada petisnya. Pak Ranu mengatakan bahwa masakan orang Sunda adalah masakan yang sudah akrab dilida orang pada umumnya.
Pak Ranu pun menilai kehidupan orang Sunda dari segi lingkungan sosial, agama dan ekonomi sudah cukup baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Dari segi agamis mereka sangat menghargai agama lain. Pak Ranu juga mengatakan tidak benar orang Sunda pemilih dalam hal mencari pasangan hidup, karena mereka sangat menghargai suku budaya lain yang beranekaragam.
Dengan demikian menurut kedua Informan Yogyakarta terhadap orang btersebut dijelaskan bahwa watak orang Sunda itu memang harmonis dan sangat bersahaja. Namun, orang Sunda juga humoris, pintar melucu, dan pintar membawa suasana menjadi ceria. Walaupun orang Sunda nampak sombong dari luar, namun orang Sunda memiliki sikap yang murah hati. Orang Sunda juga akan marah jika harga dirinya dipermalukan di depan umum dan dilecehkan SARA-nya.
Ke dua Informan dari Yogyakarta juga menilai masakan-masakan Sunda sangat enak. Selain itu kebudayaan daerah Sunda juga sangat hamgat dan masih percaya dengan hal-hal gaib, intinya hampir sama dengan orang Yogyakarta pada umumnya.

2.    Persepsi orang Sunda terhadap orang Yogyakarta
Menurut Informan kami orang Sunda yang bernama Rani Shita (21 tahun) memiliki pandangan terhadap orang Yogyakarta bahwa orang Yogyakarta lebih ramah dari orang Sunda. Shinta juga memiliki pandangan terhadap kebiasaan orang Yogyakarta yang terkadang lebih munafik, suka basa-basi, sedikit sulit bergaul, ulet tekun penuh kehati-hatian dan pasrah. Namun, menurutnya orang Yogyakarta dalam berperilaku dan bertutur kata juga terkesan sopan (halus) agar tidak menyakiti lawan bicaranya saat berkomunikasi.
Shinta yang memiliki pengalaman berkomunikasi dengan orang Yogyakarta mengaku cukup menyenangkan. Adapun kendalanya saat berkomunikasi dengan orang Yogyakarta adalah nada bicaranya sangat halus dan murah senyum. Cara mengatasi kendala tersebut Shinta berusaha untuk berbicara lebih pelan dan juga mengadaptasi menjadi suka basa-basi kalau ingin berbicar karena orang Yogyakarta juga sangat gampang tersingung.
Shinta memiliki pandangan terhadap keyakinan budaya Yogyakarta yang masih sangat menghargai budayanya dan orang Yogyakarta benar-benar melestarikan budaya yang dimilikinya. Dia juga tertarik dengan budaya Yogyakarta karena budaya Yogyakarta yang masih sangat kental dengan kebudayaan jawanya seperti Sekaten. Adat istiadat Yogyakarta juga kental seperti Gunungan. Shinta juga mengatakan bahwa dia tidak memiliki kendala dalam menghadapi perbedaan adat istiadat Yogyakarta tersebut karena sudah bisa beradaptasi dan orang Yogyakarta yang mencintai budayanya hampir sama dengan budaya Sunda.
Shinta juga memiliki pandangan terhadap bahasa daerah Yogyakarta yang masih ada tatanan antara bahasa Jawa Ngoko dan Jawa Kromo, sedangkan budaya Sunda tidak ada level nya seperti orang Yogyakarta, di budaya Sunda dari generasi muda dan tua sangat sama atau tidak ada beda level tutur katanya.
Shinta menilai masakan daerah Yogyakarta yaitu berciri khas serba Manis. Menurut Shinta juga, karakter orang Yogyakarta kerjanya tidak bisa cepat (alon-alon waton klakon). Sedangkan untuk masalah orang Yogyakarta yang dianggap suka menunda-nunda pekerjaan, memang benar . Banyaknya mitos orang Yogyakarta yang terlalu berlebihan ternyata juga kadang menakutkan bagi Shinta, namun menurutnya hal seperti itu antara percaya dan tidak percaya dia tanggapi, tapi terkadang mitos itu juga bisa terjadi.
Shinta juga membenarkan bahwa orang Yogyakarta itu terlalu banyak basa-basi (munafik). Selain itu masalah orang Yogyakarta juga sensitive terhadap penggunaan bahasa ibukota (bahasa gaul) bagi Shinta tergantung pada kepribadian orang Yogyakarta masing-masing. Adapun sebabnya orang Yogyakarta dapat sensitive terhadap hal itu karena orang Yogyakarta masih banyak yang menggunakan tatanan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berbicara soal kehidupan orang Yogyakarta dari segi lingkungan sosial, Shinta berpandangan bahwa sosialisasinya cukup baik. Untuk kehidupan orang Yogyakarta dari segi agamis, Shinta mengatakan bahwa di Sunda semua agama ada, sedangkan di Yogyakarta masih ada campuran dan masih ada unsure kejawen. Sedangkan untuk kehidupan orang Yogyakarta dari segi ekonomi, lebih maju Sunda dari segi penghasilan karena di sana ada persaingan bisnis yang lebih ketat daripada Yogyakarta.
Masalah orang Yogyakarta yang terkesan “medok” dalam hal berkomunikasi, Shinta mengatakan bahwa lebih “medok” Sunda daripada Yogyakarta. Misalnya saja orang Sunda dan orang Yogyakarta bersama-sama tinggal di Jakarta 3 bulan, maka yang lebih cepat hilang “medok”nya saat berkomunikasi adalah orang Yogyakarta. Sedangkan untuk hal menentukan pasangan hidup, Shinta membenarkan bahwa orang Yogyakarta terlalu pemilih dalam memilih pasangan hidupnya karena terlalu memikirkan 3B pasangan hidupnya (bibit, bebet, bobot).
Ada juga Informan Sunda generasi tua yang bernama Bapak Tarmun (45 tahun) memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda terhadap orang Yogyakarta bahwa orang Yogyakarta adalah orang yang sabar dan sarat dengan sopan santun. Namun orang Yogyakarta biasanya menunda-nunda pekerjaan. Pengalaman Pak Tarmun saat berkomunikasi dengan orang Yogyakarta adalah tidak berterus terang dan cenderung banyak basa-basi, kendala yang dialami Bapak tarmun saat berkomunikasi dengan orang Yogyakarta karena tidak berterus terang jadi perlu kesabaran untuk mengetahui isi hati mereka kendala untuk mengatasinya adalah lebih agresif dan lebih membuka diri saat berinteraksi dengan orang Yogyakarta. Pak Tarmun menilai  keyakinan budaya Yogyakarta sangat luhur dan menjiwai disegala aspek kehidupan orang Yogyakarta, selain karena budayanya yang menjiwai segala aspek kehidupan orang Yogyakarta, juga karena sopan santunnya yang kental sekali sehingga mengharuskan Pak Tarmun untuk sabar menghadapinya dan meneladaninya karena itu semua sangat baik. Pak Tarmun memiliki pandangan terhadap budaya Yogyakarta yang halus sebagai bukti takut menyinggung lawan bicaranya serta terkesan pura-pura untuk menyenangkan lawan bicarannya.
Ada perbedaan adat istiadat Sunda dan Yogyakarta yaitu di Sunda cenderung tertutup apabila ditanyai asal usulnya, kendala yang dihadapi Pak Tarmun dalam menghadapi perbedaan adat istiadat Yogyakarta adalah menyesuaikan diri dari yang  “alon-alon waton klakon” sampai agresif namun berusaha untuk tetap tidak menyinggung perasaan. Kendala yang diatasi Pak Tarmun adalah dengan cara memperbanyak pergaulan dan belajar mengenai adat istiadat Yogyakarta. Pak Tarmun juga memandang bahasa daerah Yogyakarta itu halus dan memiliki ciri yang terdiri dari bahasa Ngoko, bahasa Ngoko Madya, bahasa Krama Inggil. Penggunaan bahasa tersebut tergantung terhadap kepada siapa kita berbicara, ada persamaan bahasa Sunda dengan bahasa Yogyakarta saat digunakan berkomunikasi.
Pak Tarmun juga menilai karakter orang Yogyakarta yang tidak suka berterus terang dan penuh basa-basi dengan alasan takut menyinggung perasaan namun halus tutur katanya. Cara Pak Tarmun untuk mengatasi kendala tersebut adalah mengimbangi dan menyesuaikan diri terhadap orang yang suka basa-basi. Pengaruh iklim pun tidak mempengaruhi cara berbicara orang Yogyakarta menurut beliau yang jelas bukan dari iklim tapi dari pengaruh kerajaan Mataram jaman dulu dan tidak semua orang Yogyakarta basa-basi karena basa-basi bukan dari budaya Yogyakarta juga,itu dilakukan agar tidak menyinggung lawan bicaranya. Pak Tarmun juga mengatakan memang benar orang Yogyakarta sensitive terhadap penggunaan bahasa ibukota karena menurut beliau itu dianggap “mbois”(sok modern), hal yang membuat orang Yogyakarta sensitive terhadap hal tersebut karena terkesan sok modern dan juga seolah-olah mereka yang menggunakan bahasa ibukota menganggap ibukota adalah segala-galanya terkesan mengejek atau menyindir. Pak Tarmun pun belum pernah mengalami perselisihan dengan orang Yogyakarta karena beliau mengatakan “Dimana saya berpijak disitu langit dijunjung” (pandai membawakan diri). Pak Tarmun juga menilai bahwa masakan Yogyakarta itu berciri khas serba manis dan selalu harus sering diawetkan (dipanaskan) misal : Gudeg, Bakpia, Yangko, Arem-arem, Lemper, Apem, jajanan pasar, dan lain sebagainya. Tanggapan Pak Tarmun terhadap mitos yang berkembang di Yogyakarta  yang berlebihan sebaiknya diikuti saja kalau itu demi keselamatan kita juga.
Pak Tarmun pun menilai masyarakat Yogyakarta dari segi lingkungan sosial, agama dan ekonomi sudah cukup baik. Dari segi lingkungan sosial Pak Tarmun mengatakan luwes, mudah menyesuaikan diri terhadap orang dan lingkungan baru. Jika dilihat dari segi agama yaitu tekun dan selalu menjalankan perintah agamanya masing-masing dan dilihat dari segi ekonomi orang Yogyakarta itu ulet dan tekun dalam berusaha namun ada kecenderungan agak sedikit kikir atau pelit juga. Tanggapan Pak Tarmun terhadap orang Yogyakarta yang terkesan “medok” dalam berkomunikasi tidak ada masalah, biasa-biasa saja tanpa disadari saat kita berbahasa Indonesia biasa pun juga kadang-kadang terkesan medok. Pak Tarmun mengataka benar kalau orang Yogyakarta itu suka menunda-nunda pekerjaan. Orang Yogyakarta pun dikenal dengan sikap yang sopan dalam berperilaku dan bertutur kata karena mereka membanggakan sebagai daerah yang berupa kerajaan yang masih aktif sehingga menjiwai mereka sehari-hari. Namun Pak Tarmun tidak membenarkan kalau orang Yogyakarta pemilih dalam menentukan pasangan hidup karena itu kembali lagi ke pengalaman pribadi masing-masing. Orang Yogyakarta tidak rasialis atau pemilih dalam menentukan pasangan hidup.
Dengan demikian menurut kedua Informan Sunda terhadap orang Yogyakarta tersebut dijelaskan bahwa orang Yogyakarta itu sopan, tutur kata dan perilakunya halus, suka basa-basi, dan berputar-putar saat berbicara. Basa-basi yang dilakukan orang Yogyakarta tersebut karena takut menyakiti perasaan lawan bicaranya saat berkomunikasi. Unsure medhok dan budaya njawani yang dimiliki orang Yogyakarta bukan pengaruh dari iklim Yogyakarta namun dari pengaruh jawa kerajaan Mataram jaman dulu dan pengaruh Kraton Jawa Yogyakarta. Pak Tarmun juga menilai bahwa orang Yogyakarta sensitive terhadap penggunaan bahasa gaul ibu kota (elo gue, dan sebagainya) karena terkesan mbois atau sok-sok’an bagi orang Yogyakarta. Orang Yogyakarta juga terkesan suka tidak menghargai waktu atau suka molor waktu saat sudah menepati waktu janjinya dengan orang lain. Mereka juga masih mempercayai mitos-mitos yang berlaku di lingkungan masyarakat Yogyakarta.

C.       Kesimpulan
Memahami dan menghormati budaya sendiri dan budaya lainnya merupakan salah satu kunci keberhasilan terciptanya komunikasi yang efektif dalam komunikasi antar budaya. Di sini kami belajar untuk mengetahui apa yang seharusnya kami lakukan setelah wawancara dengan Informan tersebut. Dimana orang Sunda dengan orang Yogyakarta sama, mereka sangat mempercayai budaya leluhur yang sangat kental akan budayanya.
Diambil dari Informan Yogyakarta mengutarakan tentang budaya Sunda yang mana cenderung lugas, berwatak halus dan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Namun orang Sunda merupakan orang yang humoris dan pintar membawa suasana menjadi ceria. Akan menjadi sensitive jika orang Sunda disinggung tentang hal-hal yang berbau SARA. Budaya orang Yogyakarta yang masih mempercayai mitos-mitos pun dipandang sama dengan orang Sunda. Di Sunda juga ada budaya atau ritual lain selain Satu Suro yang ada di Yogyakarta, budaya Sunda juga mempunyai budaya seperti Sedekah Bumi yang hampir sama dengan Yogyakarta. Namun perbedaanyan dengan tutur kata yang budaya Sunda yang tidak sama , kalau di Yogyakarta generasi muda harus menghormati generasi tua dengan menggunakan bahasa jawa kromo alus atau kromo inggil namun di masa sekarang mulai pudar dengan budaya barat. Sedangkan di budaya Sunda tidak ada bahasa yang seperti di Yogyakarta , kalau di Budaya Sunda generasi muda dan Generasi muda sama dengan tutur katanya.
Intinya bahwa apabila kita menghadapi budaya-budaya yang belum kita pahami, kita harus bisa menyesuaikannya. karena di satu sisi kita harus menilai bahwa budaya lampau harus kita pelajari, setidaknya kita tau agar dimasa sekarang ini kita tau mana yang baik dan mana yang menyimpang. Itu semua haruslah menjadi pedoman, karena di indonesia masih banyak budaya-budaya lain yang belum kita ketahui ataupun kita pahami. Karena seperti diketahui, budaya adalah sesuatu yang dihasilkan oleh budi dan akal seseorang. Siapapun harus menghargai dan tidak ada campur tangan untuk mengubah atau menghilangkannya sekalipun. Semua mempunyai keunikan, kelebihan, bahkan kelemahan masing-masing. Sikap menghargai segala sesuatu yang berbeda itulah yang harus dijunjung. Dalam komunikasi lintas budaya pun juga dapat dilihat dari segi tujuannya.





1 comment:

  1. Kenapa ya... jawa dan sunda selalu dibanding-bandingkan? Seperti adu domba saja...

    Aku punya teman2 orang sunda juga baik2 kok...




    Kalo ada yang mau tinggal sementara atau selamanya di Jogja. Kami bisa bantu mencarikan tempat tinggal yang sesuai dengan kebutuhan Anda.

    Jangan bingung mencari atau mengiklankan Rumah kontrakan, Kontrakan Paviliun, Homestay, Ruko, Kos-kosan, Sewa rumah/tanah, dan Jual beli rumah/tanah di Jogja!

    Karena Cari Kontrakan Jogja telah hadir di tengah-tengah Anda.

    Silahkan kunjungi website kami langsung dan buktikan sendiri pelayanan kami hanya di :

    http://carikontrakanjogja.com/


    Kami menawarkan space iklan di website kami. Jika Anda ingin memasang produk2 yang Anda jual, silahkan kunjungi website kami. Dan hubungi nomor yang telah tercantum di website kami.


    www.carikontrakanjogja.com

    ReplyDelete